Sabtu, 12 Oktober 2013

"ALLAN PINKERTON" DETEKTIF PERTAMA DI DUNIA

Allan Pinkerton : Detektif Pertama di Dunia

Selasa, 08 Oktober 2013

"Criminal Profiling dan Psychological Autopsy"

Criminal Profiling dan Psychological Autopsy

Criminal Profiling dan Psychological Autopsy

Oleh Margaretha, Dosen Psikologi Forensik
 Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya
criminal profiling




Usaha Psikologi Forensik membantu proses hukum dan peradilan dapat terjadi sejak proses penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan adalah tahapan hukum dimana usaha-usaha dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu kejahatan serta menentukan apakah perlu dilakukan usaha penyidikan untuk mencari korban dan pelaku; sedangkan penyidikan adalah usaha-usaha mencari bukti untuk menentukan tersangka pelaku kejahatan. Dalam kedua tahapan ini setidaknya ada 2 proses yang dapat dilakukan seorang ahli Psikologi, yaitu: pembuatan profil kriminal (criminal profiling) dan autopsi psikologis (psychological autopsy).



Pembuatan profil kriminal
Penyusunan profil kriminal dalam Ilmu Psikologi, adalah usaha penyimpulan ciri-ciri deskriptif dari pelaku kejahatan yang belum/tidak teridentifikasi dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmu psikologi dan perilaku manusia. Usaha ilmiah psikologi membuat penyusunan profil psikologis seorang pelaku kejahatan menjadi suatu proses sistematis, berdasarkan bukti empiris dan melakukan evaluasi obyektif. Hal ini dilakukan untuk membantu penegak hukum untuk secara akurat memprediksi perilaku kriminal, mengidentifikasi dan mendukung proses penangkapan, serta memfasilitasi cara berinteraksi dengan tersangka kelak. Holmes dan Holmes (2008) menguraikan tiga tujuan utama dari profil kriminal: 1) menyediakan penegak hukum data hasil pemeriksaan sosial dan psikologis pelaku; 2) menyediakan penegak hukum evaluasi psikologis pelaku kejahatan; dan 3) memberikan saran dan strategi untuk proses wawancara dengan pelaku.
Penyusunan profil karakteristik pelaku kriminal sering juga dikenal sebagai profil kepribadian kriminal atau analisis investigasi kriminal. Dalam profil kriminal akan digambarkan mengenai pembawaan personal, kecenderungan, kebiasaan, serta karakteristik geografis-demografis pelaku kejahatan (misalkan: usia, jenis kelamin, status sosio-ekonomi, pendidikan, asal tempat tinggal). Penyusunan profil kriminal akan berkaitan dengan analisa bukti fisik yang ditemukan di tempat kejadian kejahatan, proses penggalian pemahaman mengenai korban (victimology), mencari modus operandi (apakah peristiwa kejahatan terencana atau tidak terencana), serta proses pencarian jejak pelaku kejahatan yang sengaja ditinggalkan (signature).
Satu hal yang penting dilakukan dalam penyusunan profil kriminal adalah menganalisa korban untuk mengetahui karakteristik pelaku kejahatan. Dari kondisi korban dan tempat perkara, seorang profiler dapat menyusun hipotesa mengenai relasi antara pelaku dan korban, contohnya: dari luka di tubuh korban profiler dapat mengembangkan asumsi apa motif dan relasi pelaku dengan korban. Dalam terminologi Psikodinamika, kondisi korban adalah proyeksi hubungan antara pelaku dan korban.
Proses penyusunan profil kriminal dapat dilihat sebagai proses terbalik dari proses diagnosa klinis. Dimana dalam proses penyusunan profil kriminal banyak menggunakan insight mengenai kepribadian pelaku kejahatan, lalu baru diikuti dengan ahli psikologi akan menghadirkan bukti-bukti perilaku untuk menggambarkan individu yang belum diketahui. Sedangkan dalam proses penyusunan diagnosa klinis, ahli psikologi hanya dapat membuat asumsi dan uraian mengenai perilaku seseorang setelah mengumpulkan bukti empiris perilaku individu yang didapat dari pengukuran psikologis.
Lebih lanjut, secara umum dalam profil kriminal mencoba menguraikan tentang penyebab munculnya perilaku kejahatan oleh pelaku (ide atau fantasi apa yang menyebabkan ia melakukan kejahatan tertentu). Profil kriminal juga akan menjelaskan metode dan cara melakukan kejahatan (bagaimana cara memilih korban, bagaimana cara ia melakukan kejahatan, serta apakah pelaku berusaha menghilangkan jejak atau alat bukti kejahatannya). Terakhir, profil kriminal juga akan mencoba menjelaskan perilaku pelaku kejahatan setelah peristiwa kejahatan (apakah ia akan mengulangi kembali perilaku kejahatannya atau akankah ia merespon media massa atau penegak hukum).

Otopsi Psikologis
Pemeriksaan jenazah (post-mortem) dikenal sebagai otopsi. Jika otopsi koroner medis berfokus pada pemeriksaan fisik jenazah, maka otopsi psikologis pada dasarnya adalah pemeriksaan keadaan mental jenazah. Otopsi psikologis, akan mengulas apa yang dialami seseorang sehingga mengalami kematian atau terlibat dalam suatu peristiwa kejahatan. Alasan kuat dilakukannya otopsi psikologis adalah untuk membantu dalam menentukan sifat kematian, apakah kematian disebabkan faktor alamiah, bunuh diri, kecelakaan atau pembunuhan. Otopsi psikologis dapat membantu mengatasi ambiguitas ini dan menentukan penyebab kematian dari penelusuran kehidupan dan kondisi psikologis almarhum sebelum kematiannya.
Dalam konteks penyelidikan forensik, otopsi psikologi akan melakukan pengumpulan data psikologis almarhum. Sumber yang paling umum adalah data wawancara yang diperoleh dari keluarga dan teman-teman almarhum, mengumpulan sejarah medis dan catatan medis, dan sejumlah data-data penting dari kehidupan almarhum. Beberapa informasi yang dikumpulkan biasanya meliputi: informasi biografis (umur, status perkawinan, pekerjaan); informasi pribadi (hubungan, gaya hidup, penggunaan alkohol/narkoba, sumber stres); serta informasi sekunder (riwayat keluarga, catatan polisi, buku harian).
Sekali lagi proses otopsi psikologis akan menggunakan proses ilmiah dan sistematis. Hasil pengumpulan data akan dianalisis, untuk mendapatkan pemahaman logis dari hubungan antara berbagai peristiwa yang dialami almarhum sebelum kematian, faktor-faktor personal, serta faktor-faktor eksternal. Contohnya: untuk mengetahui apakah seseorang sungguh mengalami kematian disebabkan bunuh diri, maka ahli otopsi psikologis akan mengumpulkan data diari pribadi, pesan terakhir (biasanya orang yang akan bunuh diri akan memberikan pesan terakhir bagi keluarga yang ditinggalkan), stressor dan periode depresi, atau usaha minta pertolongan; kealpaan komponen-komponen tersebut membuat indikasi bunuh diri menjadi kabur.

Hubungan Psikologi dan Hukum dalam mencari titik terang kasus kejahatan
Usaha penyusunan profil psikologis kriminal pelaku kejahatan dan otopsi psikologis korban kejahatan selama ini belum menjadi fokus utama proses penegakan hukum. Di Indonesia, penyusunan profil kriminal biasa dilakukan oleh penegak hukum, belum tentu dilakukan oleh seorang Ahli Psikologi atau Perilaku. Oleh karena itu banyak ditemukan problem metodologis mengenai pengambilan hipotesa dan simpulan. Banyak simpulan diperoleh melalui intuisi dan kekurangan dasar-dasar obyektivitas dan keilmiahan.
Saat ini, beberapa ahli psikologi forensik baru dilibatkan dalam penyusunan profil psikologis hanya pada beberapa kasus besar yang kompleks. Hal ini terjadi karena hubungan antara Psikologi dan Hukum yang belum selaras. Kontribusi ilmu psikologi dalam bidang hukum (psychology in law) hanya akan optimal terjadi, jika bidang Hukum memahami kontribusi penting ilmu psikologi dalam proses hukum dan peradilan. Dengan demikian, sikap terbuka dan keinginan bekerjasama dari penegak hukum untuk menjalin interaksi dengan ahli psikologi dapat terjadi dengan sinergis. Dan sebaliknya, ahli psikologi juga perlu memahami proses dan terminologi penegakan hukum secara mendalam. Hal ini diperlukan agar baik ahli psikologi dan penegak hukum dapat berkomunikasi dan bekerjasama; hingga pada akhirnya ahli psikologi dapat menunjukkan kontribusi optimalnya dalam usaha menyelesaikan persoalan kejahatan.
Proses latihan penyusunan profil kriminal pelaku kejahatan dan otopsi psikologis korban kejahatan juga perlu dipertimbangkan dalam upaya kerjasama antara psikologi dan penegak hukum, karena keahlian psikologis juga perlu dibangun dari pengalaman dan latihan kasus-kasus kejahatan. Komunikasi dan kerjasama antara penegak hukum dan ahli psikologi forensik mutlak perlu dikembangkan untuk mencari titik terang kasus kejahatan di Indonesia.

Senin, 07 Oktober 2013

PROFIL DAN FAKTA TENTANG BENEDICT CUMBERBATCH SANG "MODERN SHERLOCK HOLMES"

Benedict Cumberbatch: What We Should Know about the Modern Sherlock

Benedict Cumberbatch: What We Should Know about the Modern Sherlock
Penggemar serial TV mungkin sudah familiar dengan namanya. Ya, Benedict Cumberbatch memang lebih dikenal lewat peran-perannya di layar kaca, terutama setelah kesuksesan Sherlock (2010), sebuah adaptasi modern tentang Sherlock Holmes.

Sebelum popularitasnya sebagai Sherlock, Cumberbatch pernah membintangi sejumlah film layar lebar seperti Atonement (2007) bersama James McAvoy dan Keira Knightley, The Other Boleyn Girl (2008) bersama Natalie Portman dan Scarlett Johansson, Tinker Tailor Soldier Spy (2011) dengan Gary Oldman dan Colin Firth, serta film garapan Steven Spielberg, War Horse (2011). Yang terbaru, Cumberbatch terlibat dalam proyek anyar Peter Jackson, The Hobbit. Dalam prekuel trilogi The Lord of the Rings itu, ia menjadi pengisi suara naga Smaug.

Berikut,  sejumlah fakta unik tentang Benedict Cumberbatch..

-Lahir di London, Inggris, 19 Juli 1976, dengan nama lengkap Benedict Timothy Carlton Cumberbatch

-Tinggi badannya 183 cm

-Putra dari aktor Timothy Carlton dan aktris Wanda Ventham

-Salah satu perannya yang paling dipuji adalah dalam drama TV Hawking (2004), di mana ia berperan sebagai ahli fisika ternama, Stephen Hawking

-Penggemar berat Robert Downey Jr. yang, uniknya, juga memerankan Sherlock Holmes

-Bersahabat baik dengan James McAvoy, Tom Hardy, Jonny Lee Miller, dan Martin Freeman

-Menurunkan berat badannya secara drastis untuk peran Sherlock. Ia bertujuan menggambarkan Sherlock sebagai sosok “mind over matter”, alias otak lebih penting dibanding penampilan fisik

-Mempelajari drama di University of Manchester, dan meneruskan studinya sebagai aktor di London Academy of Music and Dramatic Art

-Sebelum kuliah di Manchester, Cumberbatch sempat mengajar Bahasa Inggris di sebuah biara milik Tibet

-Bersekolah di Harrow, salah satu sekolah khusus laki-laki paling prestisius di Inggris

-Saat di Harrow, ia sempat mendalami seni lukis dan merupakan anggota tim rugbi sekolah

-Ketika mengunjungi studio 20th Century Fox untuk sebuah urusan, Cumberbatch justru diajak mengisi suara dalam serial animasi The Simpsons. Bahkan, ia mengisi suara untuk dua karakter sekaligus: Perdana Menteri Inggris (yang berdasarkan peran Hugh Grant dalam Love Actually), dan Professor Snape dari Harry Potter, menirukan suara Alan Rickman.

-Pernah mengalami pembajakan mobil di Afrika Selatan ketika syuting film To the Ends of Earth (2005)

-Ciri khasnya adalah suara yang berat dan dalam, serta tulang pipinya

-Martin Freeman, yang memerankan karakter Watson, sahabat dan sidekick Sherlock Holmes dalam Sherlock (2010), menjadi pemeran utama dalam The Hobbit (2012) sebagai Bilbo Baggins. Cumberbatch juga terlibat, namun sebagai pengisi suara karakter Smaug.

-Memenangkan penghargaan Laurence Olivier Award, London Evening Standard Award, dan Critics Cirlce Award, untuk perannya dalam pertunjukan teater arahan Danny Boyle, ‘Frankenstein’ pada 2012

-Ibunya sempat menyatakan keengganan ketika Cumberbatch mulai berkarir sebagai aktor dan mempertahankan nama belakangnya, yang terkesan kuno dan memalukan.